Menurut Dina Blasting Inc.
Perhitungan fragmentasi akan sangat ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain :
a. Ratio Kekerasan Burden (RKB)
RKB ...................................................................................... 3.24
Ratio kekerasan burden menurut Dina Blasting Inc, adalah jika RKB 2 maka fragmentasi yang dihasilkan jelek, jika RKB 2 – 3.5 maka fragmentasinya baik, dan jika RKB 3.5 maka fragmentasinya sangat baik. Kesimpulannya semakin kecil nilai kekerasan burden menunjukkan bahwa burden tersebut sangat kuat untuk diledakkan (tidak mudah hancur).
b. Nilai Keserasian Spacing dan Burden (S/B)
Nilai keserasian spacing dan burden berarti jarak spacing dan burden yang didapatkan dalam suatu peledakan termasuk pemanfaatan energi secara maksimal. Nilai keserasian spacing dan burden adalah sebagai berikut :
· S/B = 1.25 artinya terjadi keserasian antar nilai spacing dan burden sehingga pemanfaatan energinya maksimum dan fragmentasi baik.
· S/B 1.25 artinya nilai spacing lebih kecil dari burden yang mengakibatkan terjadinya stemming injection yang lebih dini sehingga hasil ledakan dihamburkan ke udara (fly rock) dibarengi dengan noise dan air blast. Dengan kondisi seperti ini akan menghasilkan boulder yang banyak karena pemanfaatan energi yang tidak sempurna untuk menghancurkan batuan.
· S/B 1.25 artinya nilai spacing lebih besar sehingga fragmentasi yang dihasilkan tidak sempurna karena banyak energi yang terbuang atau distribusi energi kecil.
Fragmentasi batuan di lapangan adalah ukuran batuan setelah terjadi peledakan. Dilakukan pengukuran fragmentasi di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ukuran fragmentasi tersebut sudah sesuai dengan yang diinginkan perusahaan atau tidak.
3.4.2 Menurut Kuznetsov
Fragmentasi ialah istilah yang menggambarkan ukuran dari pecahan batuan setelah peledakan. Fragmentasi yang dibutuhkan tergantung pada kegunaan dari pecahan batuan hasil peledakan. Untuk mencapai fragmentasi batuan yang diinginkan maka perlu mendesain suatu sistem peledakan yang lebih sempurna. Maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
X = A 0.8 Q0.167 .................................................................................. 3.25
Dimana : X = Ukuran fragmentasi (cm3)
A = Rock factor konstanta (13)
Vo = Rock Volume yang terbongkar (m3)
Q = Jumlah maximum penggunaan bahan peledak (kg)
Stiffness ratio adalah sebagai berikut: Ratio H/B (Steffeness Ratio). Dimana stifness ratio ini adalah sebagai pengontrol hasil peledakan, baik buruknya hasil suatu desain geometri peledakan tergantung dari nilai stiffness ratio. (Lihat tabel 3.2).
Tabel 3.2
Nilai Steffeness Ratio
Stiffness Ratio
|
Fragmentasi
|
Ledakan Udara
|
Batu Terbang
|
Getaran Tanah
|
Komentar
|
1
|
Buruk
|
Besar
|
Banyak
|
Besar
|
Banyak muncul Backbreak di bagian toe. Rancang ulang
|
2
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Bila memungkinkan rancang ulang
|
3
|
Baik
|
Kecil
|
Kecil
|
Kecil
|
Terkontrol dan Fragmentasi baik
|
4
|
Memuaskan
|
Sangat kecil
|
Sangat kecil
|
Sangat kecil
|
Tidak akan menambah keuntungan bila stiffness ratio di atas 4
|
Sumber : File Pama
3.5 Kegiatan Pemboran
Dalam suatu operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan pekerjaan yang pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak dengan geometri dan pola yang sudah tertentu pada masa batuan yang selanjutnya akan diisi bahan peledak.
3.5.1 Akurasi Pemboran
Hasil yang akurat dari suatu rancangan peledakan dipengaruhi oleh akurasi pemboran lubang ledak. Ketidakakuratan dalam pemboran lubang ledak dapat mengubah distribusi energi peledakan. Akibatnya dapat menyebabkan terjadinya boulder, flyrock, ground vibration, dan masalah lain akibat dari kegiatan peledakan. Menurut Jimeno C.L ada tiga kemungkinan kesalahan dalam pemboran antara lain adalah :
a. Kesalahan akibat perbedaan kualitas batuan, keberadaan rongga, perbedaan struktur geologi,dsb. Perbedaan-perbedaan ini dapat mengakibatkan batang bor melengkung saat melewatinya.
b. Kesalahan pada penempatan lubang ledak yang tidak sesuai dengan desain yang dirancang sebelumnya.
c. Kesalahan penempatan sudut pemboran.
Dari ketiga kesalahan tersebut di atas, kesalahan dalam penempatan sudut pemboran adalah yang paling sering terjadi di lapangan.
3.5.2 Pola Pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan menempatkan lubang-lubang ledak secara sistematis. Berdasarkan letak lubang ledak maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Pola pemboran sejajar (parallel patern),
Pola pemboran sejajar adalah pola dengan penempatan lubang-lubang ledak yang saling sejajar tiap kolomnya. Dalam penerapannya di lapangan, pola pemboran sejajar merupakan pola yang lebih mudah dalam melakukan pemboran dan untuk pengaturan lebih lanjut, tetapi fragmentasi yang dihasilkan kurang seragam. Pola ini dibedakan lagi mejadi dua, yaitu :
1) Square pattern, pola ini besarnya jarak burden dan spasi adalah sama.
2) Rectangular pattern, pola ini jarak antara spasi dan burden tidak sama.
b. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern),
Pola pemboran selang-seling adalah pola dengan penempatan lubang tembak pada tiap kolom tidak sejajar. Dalam penerapannya pola ini lebih sulit dalam pelaksanaannya, tetapi lebih baik untuk digunakan dalam memperbaiki fragmentasi.
Perbandingan Overlap Area yang terpengaruh Energi Peledakan
Besar nilai energy coverage peledakan dipengaruhi oleh panjang spasi dan burden pada geometri peledakan yang diterapkan. Perbandingan nilai energy coverage untuk kedua pola pemboran berdasarkan perbandingan panjang spasi dan burden dapat dilihat pada tabel 3.3 di bawah.
Energy coverage tidak berubah dengan perubahan pola pemboran staggered pattern maupun square pattern apabila tidak terjadi overlap radius peledakan. Namun daerah yang tidak terpengaruh peledakan dari pola staggered pattern terbagi menjadi dua, sehingga telah mengurangi jarak terjauh pada area tidak terpengaruhnya. Dengan pengurangan jarak terjauh dari area ini, diharapkan fragmen hasil peledakan akan lebih baik.
Tabel 3.3
Perbandingan Nilai Energi Coverage
S/B
Ratio
|
Square
Pattern
|
Staggered
Pattern
|
(%)
|
(%)
| |
1
|
77
|
98,5
|
1,15
|
76
|
100
|
1,25
|
75
|
99,5
|
1,5
|
74
|
94,6
|
2
|
62
|
77
|
Sumber : Perencanaan Peledakan
Apabila tidak terjadi overlap radius peledakan, maka nilai energi coverage adalah sama untuk kedua pola peledakan tersebut. Kondisi dimana tidak terjadi overlap energi peledakan dapat dilihat pada Gambar 3.8 di bawah.
Berdasarkan gambar 3.8 dengan jarak spasi, burden, dan radius yang sama nilai energy coverage yang dihasilkan oleh kedua pola adalah sama, namun fragmentasi yang dihasilkan oleh pola staggered pattern akan lebih baik. Hal ini disebabkan karena area tidak terpengaruh pada
Luas area tidak terpengaruh yang terbagi menjadi dua, menyebabkan jarak terjauh dalam area tidak terpengaruh yang ditunjukkan pada titik o pada Gambar 3.8 menjadi lebih pendek dibandingkan dengan pola square pattern. Dengan demikian sejumlah energi yang dihasilkan saat bahan peledak diledakkan dapat terdistribusi secara lebih efektif jika menggunakan pola pemboran selang-seling (staggered pattern) dibandingkan apabila menggunakan pola pemboran sejajar (square pattern) yang memiliki jarak area tidak terpengaruh lebih jauh.
3.5.3 Waktu Edar Pemboran
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat salah satu lubang ledak dengan kedalaman tertentu, termasuk di dalamnya hambatan-hambatan yang terjadi selama kegiatan berlangsung.
Persamaan waktu edar pemboran utuk satu batang bor :
Ct = Mt + Dt ................................................................................... 3.26
Dimana :
Ct = Cycle time (menit)
Dt = Drilling time (menit)
Mt = Moving time (menit)
3.5.4 Kecepatan Pemboran Rata-Rata
Dari pengamatan akan diperoleh kecepatan pemboran rata-rata yaitu kecepatan pemboran yang dicapai per satuan waktu. Kecepatan pemboran ini dinyatakan dalam m/menit.
Persamaan kecepatan pemboran rata-rata :
Vp = H/Dt ........................................................................................ 3.27
Dimana :
Vp = Kecepatan pemboran rata-rata (meter/menit)
H = Kedalaman lubang bor rata-rata (meter)
Dt = Drilling time (menit)
3.5.5 Effisiensi Kerja Pemboran
Effisiensi kerja pemboran dinyatakan dalam persen waktu produktif terhadap waktu kerja terjadwal. Waktu produktif adalah waktu yang digunakan untuk kerja pemboran.
Persamaan effisiensi kerja dinyatakan :
Ek = x 100% ............................................................................ 3.28
Dimana :
Ek = Effisiensi waktu pemboran ( %)
Wp = Waktu yang digunakan untuk kerja pemboran (menit)
WT = Waktu kerja terjadwal (menit)
3.5.6 Kemampuan Pemboran
Kemampuan pemboran merupakan produksi alat bor perhari dari total waktu yang tersedia. Persamaan yang digunakan untuk menentukan pemboran adalah sebagai berikut:
P = ............................................................................... 3.29
Dimana :
P = kemampuan lubang bor perhari
CT = cycle time pemboran (men
0 comments:
Post a Comment