Geometri Peledakan Berdasarkan Teori C. J.Konya
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang diingikan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan besaran-besaran geometri peledakan. Geometri peledakan menurut C. J. Konya (1990) adalah sebagai berikut:
1. Burden (B)
Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak yang diekspresikan dengan densitasnya. Rumusnya adalah:
B = 3.15 x De x (SGe/SGr)0.30 ................................................................ 3.10
Keterangan :
B = burden
De = diameter lubang ledak (inchi)
SGe = berat jenis bahan peledak yang dipakai
SGr = berat jenis batuan yang dibongkar
2. Spacing (S)
Spasing ditentukan berdasarkan sistem tunda yang direncanakan dan kemungkinannya adalah:
- Serentak tiap baris lubang ledak (instantaneous single-row blastholes)
H < 4B, S = (H + 2B) / 3 ; H > 4B, S = 2B ................................................... 3.11
- Berurutan dalam tiap baris lubang ledak (sequenced single-rowblasthole)
H < 4B, S = (H + 7B) / 8 ; H > 4B, S = 1,4B ................................................ 3.12
3. Stemming (T)
Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom isian bahan peledak. Menurut C.J. Konya rumusan dalam menentukan stemming adalah:
- Batuan massive, T = B ............................................................................... 3.13
- Batuan berlapis, T = 0,7 B .......................................................................... 3.14
Keterangan :
T = stemming (m)
B = burden (m)
4. Subdrilling (J)
Subdrilling adalah merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis lantai jenjang. Subdrilling berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling adalah sebagai berikut:
J = 0,30 x B ........................................................................................... 3.15
Keterangan :
B = burden (m),
J = subdrilling (m)
5. Charge Length (PC)
Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak. Persamaan dalam penentuan PC adalah:
PC = H – T ............................................................................................ 3.16
Keterangan :
PC = panjang kolom isian bahan peledak (m)
H = kedalaman lubang ledak (m)
T = stemming (m)
6. Powder Factor
PF = Whandak / B x S x BH ................................................................. 3.17
Keterangan :
PF = powder factor
Whandak = jumlah pemakaian handak
C. Geometri Peledakan Menurut Rule Of Thumb
Salah satu cara merancang geometri peledakan dengan coba-coba atau trial and error adalah Rule Of Thumb yang akan diberikan dari Dyno Nobel Explosive (DNX). Tinggi jenjang (H) dan diameter lubang (D) merupakan pertimbangan pertama yang akan disarankan (DNX, Blasting and Explosives Quick Reference Guide).
Formula ini menitikberatkan pada alat yang tersedia atau yang akan dimiliki, kondisi batuan setempat, peraturan tentang batas maksimum ketinggian jenjang serta produksi yang dikehendaki. Selanjutnya untuk menghitung parameter lainnnya sebagai berikut:
1. Diameter lubang ledak ≤ 15 x Bench Heigh (BH) dalam meter
2. Bench Height (BH) meter ≥ (diameter lubang ledak (De) dalam mm)/15
3. Burden (B) = BH/SR .......................................................................... 3.18
4. Spacing (S) = 1.15 x B ........................................................................ 3.19
5. Subdrilling (J) = (3-15) x De ............................................................... 3.20
6. Charce length ≥ 20 De ........................................................................ 3.21
7. Stemming ≥ 20 De atau ( 0.7-1.2 ) x B ............................................... 3.22
8. Powder factor = Whandak / B x S x BH ............................................ 3.23
3.2 Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang ledak dalam satu baris maupun antara lubang ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris yang berikutnya. Pola peledakan ini dilakukan untuk menentukan kemana arah timbunan material akan diarahkan. Setiap baris lubang ledak harus memiliki ruang bebas yang cukup untuk membantu terberainya batuan saat tegangan tarik terjadi.
Adapun jenis-jenis dari pola peledakan, adalah sebagai berikut :
· Pola peledakan serentak, dimana lubang-lubang ledak diledakkan dengan waktu yang bersamaan.
· Pola peledakan berurutan, dimana lubang-lubang ledak diledakkan secara berurutan baik antar lubang ledak maupun antar baris lubang ledak.
Berdasarkan arah runtuhan, maka bentuk cut dari kegiatan peledakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
· Box Cut, yaitu bentuk potongan hasil peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan ke arah depan dan membentuk kotak (Gambar 3.2).
· Corner Cut, yaitu bentuk potongan hasil peledakan berdasarkan arah runtuhan ke salah satu sudut dari bidang bebasnya (Gambar 3.3).
· V Cut/chevron, yaitu bentuk potongan hasil peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan ke arah depan dan membentuk huruf V (gambar 3.4)
Sumber : Kursus Pengawas Tambang
Gambar 3.2 Pola Peledakan Box Cut
Sumber : Kursus Pengawas Tambang
Gambar 3.3 Pola Peledakan Corner Cut
Sumber : Kursus Pengawas Tambang
Gambar 3.4 Pola Peledakan V Cut
3.3 Kekar
Kekar merupakan suatu rekahan yang relatif tanpa mengalami pergeseran pada bidang rekahannya. Penyebab terjadinya kekar dapat disebabkan oleh gejala tektonik maupun non tektonik. Dalam analisa struktur geologi, yang diperlukan adalah kekar yang disebabkan oleh gejala tektonik. Jadi di lapangan harus dapat membedakan dua jenis kekar tersebut.
1. Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya:
- Shear joint (kekar gerus), terjadi akibat adanya tegasan tekanan (Compressive Stress)
- Tension joint (Tension Stress), dibedakan atas:
a. Ekstension joint, terjadi akibat pemekaran / tarikan
b. Release joint, terjadi akibat berhentinya gaya yang bekerja
2. Analisis Kekar
Secara skematis prosedur analisanya adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan / pencatatan data
2. Pengelompokkan data
3. Penyajian data
4. Analisa data
5. Interpretasi / diskusi
Untuk analisa data digunakan metode statistik yang dilakukan dengan Analisis Diagram Kipas. Diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur-unsur struktur yang di dalamnya hanya terdiri dari satu unsur pengukuran (arah/bearing).
Tujuan analisa :
- Menentukan kedudukan / arah umum dari kekar
- Menentukan arah umum dari gaya utama
Prosedur analisa menggunakan diagram kipas, hal ini digunakan untuk kekar-kekar yang mempunyai kemiringan relatif tegak, jadi yang diukur hanya jurus / arahnya saja. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
- Pengumpulan atau pencatatan data (Tabulasi Data)
Tabulasi data; data pengukuran yang terkumpul dimasukkan ke dalam suatu tabel (tabulasi data) dengan tujuan untuk mempermudah proses dalam pembuatan diagramnya. Dalam hal ini jumlah data tidak terdapat batasan mengenai banyaknya data yang harus dikumpulkan. Semakin banyak data lapangan yang dipakai dalam analisa, maka hasilnya akan mendekati keadaan sebenarnya. Semakin kecil pembagian interval arah (lihat kolom arah pada table 3.1) maka hasil analisanya semakin teliti. Pembagian interval arah menjadi : 0 -5 (180 -185 ), 5 -10 (185 -190 ), dst. Ini bukan merupakan suatu pembagian interval yang baku, semakin kecil intervalnya maka hasilnya akan semakin teliti. Interval arah (0 -5 ) dibuat sama dengan (180 -185 ), karena (180 -185 ) merupakan pelurus dari (0 -5 ).
- Pembagian derajat arah jarumdikelompokkan setiap 5 atau 10
- Gambar diagram kipasnya, yaitu berupa setengah lingkaran dengan jari-jari sepanjang harga persentase maksimum.
Tabel 3.1
Tabulasi data untuk pembuatan Diagram Kipas
ARAH
|
JUMLAH
|
PERSENTASE (%)
| |
N......E
|
N......E
| ||
0⁰ - 5⁰
|
180⁰-185⁰
|
4
|
16
|
5⁰ - 10⁰
|
185⁰-190⁰
|
6
|
24
|
10⁰ - 15⁰
|
190⁰-195⁰
|
5
|
20
|
15⁰ - 20⁰
|
195⁰-200⁰
|
2
|
8
|
20⁰ - 25⁰
|
200⁰-205⁰
|
3
|
14
|
25⁰ - 30⁰
|
205⁰-210⁰
| ||
30⁰ - 35⁰
|
210⁰-215⁰
| ||
35⁰ - 40⁰
|
215⁰-220⁰
| ||
40⁰ - 45⁰
|
220⁰-225⁰
| ||
45⁰ - 50⁰
|
225⁰-230⁰
| ||
50⁰ - 55⁰
|
230⁰-235⁰
| ||
55⁰ - 60⁰
|
235⁰-240⁰
| ||
60⁰ - 65⁰
|
240⁰-245⁰
| ||
65⁰ - 70⁰
|
245⁰-250⁰
| ||
70⁰ - 75⁰
|
250⁰-255⁰
| ||
75⁰ - 80⁰
|
255⁰-260⁰
| ||
80⁰ - 85⁰
|
260⁰-265⁰
| ||
85⁰ - 90⁰
|
265⁰-270⁰
| ||
90⁰ - 95⁰
|
270⁰-275⁰
| ||
95⁰ - 100⁰
|
275⁰-280⁰
| ||
100⁰-105⁰
|
280⁰-285⁰
| ||
105⁰-110⁰
|
285⁰-290⁰
| ||
110⁰-115⁰
|
290⁰-295⁰
| ||
115⁰-120⁰
|
295⁰-300⁰
| ||
120⁰-125⁰
|
300⁰-305⁰
| ||
125⁰-130⁰
|
305⁰-310⁰
| ||
130⁰-135⁰
|
310⁰-315⁰
| ||
135⁰-140⁰
|
315⁰-320⁰
| ||
140⁰-145⁰
|
320⁰-325⁰
| ||
145⁰-150⁰
|
325⁰-330⁰
| ||
150⁰-155⁰
|
330⁰-335⁰
| ||
155⁰-160⁰
|
335⁰-340⁰
| ||
160⁰-165⁰
|
340⁰-345⁰
| ||
165⁰-170⁰
|
345⁰-350⁰
|
2
|
8
|
170⁰-175⁰
|
350⁰-355⁰
| ||
175⁰-180⁰
|
355⁰-360⁰
|
3
|
12
|
TOTAL
|
70
|
100
|
Sumber : Penuntun Praktikum Geologi Struktur
Catatan : 1. Setiap 5 dibatasi garis yang berasal dari pusat lingkaran.
2. Batas atau jari-jari tiap bagian derajat sesuai dengan harga persentase masing-masing. (Lihat Gambar 3.5)
Sumber : Penuntun Praktikum Geologi Struktur
3. Interpretasi diagram kipas
Untuk interpretasi arah gaya utama dan arah umum kekar gerus adalah langsung dapat dibaca pada diagram kipasnya. Arah gaya utama yang bekerja membagi sudut lancip antara kekar gerus. Jika yang diukur hanya satu arah kekar gerus, untuk analisa dua pola tegasannya adalah harus mengetahui daya tahan batuan ataupun sudut geser dalamnya (angle of internal fraction), misal besar sudut geser dalam 30 , maka sudut antara kekar gerus dengan tegangan utama sebesar :
Struktur geologi dalam batuan sangat berpengaruh terhadap peledakan, terutama dalam hal ini adalah keberadaan kekar dan sesar. Kondisi kekar dan sesar inilah yang disebut sebagai bidang-bidang diskontinuitas. Bidang-bidang diskontinuitas yang dimiliki suatu masa batuan berpengaruh pada karakteristik perpindahan massa batuan dan gelombang tarik yang dihasilkan.
Kondisi kekar dan sesar berpengaruh terhadap gelombang tarik yang dihasilkan oleh proses peledakan. Pada saat gelombang tekan mencapai bidang-bidang diskontinuitas, sebagian gelombang akan dikembalikan oleh bidang tersebut menjadi gelombang tarik, sedangkan sisanya diteruskan menuju bidang bebas. Kondisi ini menyebabkan jumlah gelombang tekan yang mencapai bidang bebas akan berkurang, akibatnya proses pemecahan tidak sempurna.
0 comments:
Post a Comment